Wednesday, January 4, 2017

Makalah Pengujian Impact




PENGUJIAN IMPAK BAHAN NON FERRO


  
DISUSUN OLEH :
DEKA ROHMANA (5202416063)
WAHYU ADI SAPUTRO (5202416064)
ENGGAR BUDHI PRASETYO (5202416065)


PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGRI SEMARANG
2016



BAB I

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Sekarang ini kebutuhan akan material terutama logam dan logam non ferro sangatlah penting. Besi dan baja merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar untuk suatu konstruksi, selain itu bahan non ferro seperti alumunium juga sangat dibutuhkan. Dengan berbagai macam kebutuhan sifat mekanik yang dibutuhkan oleh suatu material ialah berbeda-beda. Sifat mekanik tersebut terutama meliputi kekerasan, keuletan, kekuatan, ketangguhan, serta sifat mampu mesin yang baik. Dengan sifat pada masing-masing material berbeda, maka banyak metode untuk menguji sifat apa sajakah yang dimiliki oleh suatu material tersebut. Uji impak merupakan salah satu metode yang digunakkan untuk mengetahui kekuatan, kekerasan, serta keuletan material. Oleh karena itu uji impak banyak dipakai dalam bidang menguji sifat mekanik yang dimiliki oleh suatu material tersebut.

Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Agar dapat memahami uji impak terlebih dahulu mengamati fenomena yang terjadi terhadap  suatu kapal  yang berada pada suhu rendah ditengah laut, sehingga menyebabkan materialnya menjadi getas dan  mudah patah. Disebabkan laut memiliki banyak beban (tekanan) dari arah manapun. Kemudian kapal tersebut menabrak gunung es, sehingga tegangan yang telah terkonsentrasi disebabkan pembebanan sebelum sehingga menyebabkan kapal tersebut terbelah dua. Dalam Pengujian Mekanik, terdapat perbedaan dalam pemberian jenis beban kepada material. Uji tarik, uji tekan, dan uji punter adalah pengujian yang menggunakan  beban statik. Sedangkan uji impak (fatigue) menggunakan jenis beban dinamik. Pada uji impak, digunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Perbedaan dari pembebanan jenis ini dapat dilihat pada strain rate. Pada pembebanan cepat atau disebut dengan beban impak, terjadi proses penyerapan energi yang besar dari energi kinetik suatu beban yang menumbuk ke spesimen. Proses penyerapan energi ini, akan diubah dalam berbagai respon material seperti deformasi plastis, efek histerisis, gesekan, dan efek inersia.
Rumusan Masalah :

1.      Apa pengaruh beban impak terhadap sifat mekanik material ?
2.      Bagaimana standar prosedur pengujian impak ?
3.      Apa faktor yang memengaruhi kegagalan material dengan beban impak ?
4.      Bagaimana kemampuan material terhadap beban impak dari  berbagai temperatur yang di ukur ?


Tujuan :

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui pengaruh beban impak terhadap sifat mekanik material.
2.    Mengetahui standar prosedur pengujian impak.
3.    Mengetahui faktor yang memengaruhi kegagalan material dengan beban impak.
4.    Mengetahui kemampuan material terhadap beban impak dari  berbagai temperatur yang di ukur.



BAB II


PEMBAHASAN


A.  Prinsip-Prinsip Pengujian Impak
1.      Meterial mendapat beban tiba-tiba ayuan bandul godam pada ketinggian tertentu.
2.      Energi yang diserap SPECIMEN  (joule) adalah selisih energi potensial godam sebelum dan sesudah memukul (IMPACT) matrial.                                                
3.      Besarnya keuletan (ketangguhan) adalah energi yang diserap dibagi luas penampang spesimen.

B. Jenis-jenis Metode Uji Impak
Secara umum metode pengujian impak terdiri dari dua jenis yaitu:

1.    Metode Charpy
     Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi
     horizontal/mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah takikan.
2.     Metode Izod
     Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi,       dan arah pembebanan searah dengan arah takikan.

C. Perpatahan Impak
Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
  2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
  3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisip perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan padat temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle).
      Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.

D. Patah Getas dan Patah Ulet
Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi dua golongan umum yaitu :
1.      Patah Getas
Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan secara cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu dan dalam waktu yang singkat. Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah getas dinilai lebih berbahaya dari pada patah ulet, karena terjadi tanpa disadari begitu saja. Biasanya patah getas terjadi pada material berstruktur martensit, atau material yang memiliki komposisi karbon yang sangat tinggi sehingga sangat kuat namun rapuh.


Ciri-cirinya:
a.     Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat  dan  memantulkan   cahaya.
b.    Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu sehingga tidak tampak  gejala-gejala material tersebut akan patah.
c.     Tempo terjadinya patah lebih cepat
d.    Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik.
e.     Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan multiaksial.

2.      Patah Ulet
Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retakakan berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan, sehingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan, jadi bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah (duta, 2011).
Ciri-cirinya  :
a.     Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksial
b.     Tempo terjadinya patah lebih lama.
c.     Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban
d.     Permukaan  patahannya  terdapat  garis-garis  benang  serabut  (fibrosa),  berserat, menyerap   cahaya, dan penampilannya buram.

E. Ketangguhan Bahan

Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap energi pada daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan. Penyebab ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan lainnya. Misalnya baja di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja murni. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah :

1.        Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang mengakibatkan energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis takikan berdasarkan kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impak yang dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut :
a.       Takikan segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.
b.      Takikan segi empat
Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi pada dua titik pada sudutnya.
c.   Takikan Setengah lingkaran
      Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusitegangan tersebar pada setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.

2.        Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk mematahkan specimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.

3.      Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan sendirinya.




4.        Transisi ulet rapuh
Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah ditentukan oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada cara pengusiaannya

5.        Efek komposisi ukuran butir
Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin halus ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh sedangkan bila ukurannya besar maka bahan akan ulet.

6.        Perlakuan panas dan perpatahan
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar butir  benda uji dan untuk menghaluskan butir.

7.          Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi
Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi serta adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah

F. Deformasi Plastis dan Elastis

Suatu material dapat bertahan dari energi tekan di karenakan energi  tekan tidak melebihi energi material itu.  Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang di beri gaya tarik atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila energi tarik atau tekan di hilang kan benda tersebut akan kembali ke bentuk semula, contohnya saja pada waktu kita maelakukan uji tarik, pada saat material yang kita uji di tarik maka aka ada perubahan panjang pada material itu tetapi material itu akan kembali pada bentuk semula apa bila gaya tarik di hilangkan.  Sedangkan pada deformasi plastis material yang sudah di beri gaya tarik hingga mengalami perubahan panjang atau bentuk tidak akan kembali pada bentuk semula setelah gaya tarik di hilangkan. Seperti diperlihatkan dalam grafik tegangan-regangan terdapat yang namanya batas luluh (yield strength) nah untuk deformasi elastis itu berada di bawah batas luluh sedangkan untuk deformasi plastis berada/melewati batas luluh suatu material, di mana untuk setiap material memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada perubahan perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang. Secara sederhana deformasi elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah atom Fe yang diikat dengan sebuah pegas. Ketika kita deformasi elastis maka pegas akan berusaha melawan Fe yang kita tarik.  Untuk deformasi plastis struktur mikro sudah berubah.  Sebagai inisiasinya adalah sudah putusnya ikatan antara Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir yang baru (biasanya ukuran butir menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi plastis akibat tekanan). Pembentukan butir butir baru terbutlah yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro.
 Biasanya daerah elastik itu dibatasi oleh garis proporsioanal antara tegangan san tegangan, nah ujung dari titik proporsioanl ini disebut sebagai yield point. Setelah keluar dari daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yang tidak akan kembali   kebentuk semula.  Alasannya karena sudah terjadi perubahan, sedangkan di daerah elastic tidak terjadi perubahan secara drastis, hal ini disebabkan ketika masih di daerah elastis, logam dapat menahan beban yg diberikan yg disebabkan oleh bertemunya dengan batas butir dengan dislokasi. sehingga menghambat pergerakkan dari dislokasi, sedangkan ketika sudah memasuki daerah plastik, dislokasi sudah memotong batas butir.
BAB II

METODOLOGI PRATIKUM

A.    Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :

1.       Jangka Sorong
2.       Alat uji impak charpy
3.       Specimen
4.       Alat (untuk membuat specimen) :
a.    Gergaji
b.    Ragum
c.    Amplas
d.   Kikir  

B.     Prosedur Praktikum
Adapun prosedur yang dilakukan dalam praktikum ini adalah :
1.      Pembuatan benda uji sepecimen model charppy.
2.      Setting mesin uji dan pemasangan sepecimen pada dudukannya.
3.      Pengujian sepecimen (benda kerja).
4.      Menentukan hasil uji keuletan/ketangguhan.

   C.  Hasil Pengujian
Adapun hasil data setelah melakukan praktikum ini adalah :

    Tabel hasil data percobaan metode charphy.
Tebal
Lebar
Kecepatan
Kekuatan
Sudut Jatuh
Hasil Pengukuran
35 mm
200 mm
3.46 m/sec
25.00 J
24.50°
335593.2 J/m²





    D.  Pembahasan

Dalam praktikum ini yang akan dibahas adalah ketahanan impak, berapa ketahanan impak setelah diberi beban kejut dan spesimen impak yang digunakan adalah ASTM = D 256. Sebelum melakukan pengujian pertama ukur spesimen impek yang akan diuji dan diukur menggunakan jangka sorong. Stelah melakukan pengukuran lalu pasang sepesimen pada alat charpy kemudian setting alat uji impak charpy kemudian lakukan pengujian setelah pengujian akan didapatkan hasil dari pengujian.

E.   Simpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1.        Impact Test adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk menguji  ketangguhan suatu specimen terhadap pemberian beban secara tiba-tiba melalui tumbukan.
2.        Semakin rendah harga impak maka jenis perpatahan yang terjadi akan semakin getas.
3.        Salah satu hal yang mempengaruhi impak adalah temperatur. Semakin rendah temperatur suatu material maka akan semakin getas material tersebut, dan semakin tinggi temperatur maka material akan semakin ulet.
4.        Energi impak yang terbesar terdapat pada takikan setengah lingkaran dan terendah pada takikan segitiga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perpatahan akan semakin mudah terjadi pada takikan bersudut.








2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. kesimpulannya copy paste dari web lain
    tolong kalau buat paper hasil praktikum buat dengan karya sendiri

    ReplyDelete